Langsung ke konten utama

Membebaskan Diri Dari Mendzolimi diri Sendiri

Secara fisik manusia diciptakan dari saripati tanah ( QS 6: 2), bahan dari dunia ini.  Tempat kelahiran dan tempat tinggalnya pun di dunia ini sebagai bagian dari jagat raya.

Wujud fisik dan performa manusia di bentuk sedemikian rupa dengan kehendak penciptanya (QS 82:8). Bukan dengan kehendak dirinya sendiri dan bukan kehendak kedua orang  tua nya, manusia tundak sepenuhnya pada sunnatullah.

Selain wujud fisik dan performa terbaik tersebut, Manusia  dikaruniai potensi  ruh (QS 15: 26-31) dan akal agar dapat mengembangkan sumber daya dirinya hingga tumbuh menjadi makhluk moral yang dianugerahi kebebasan dan mampu memanfaatkan alam dan mengubahnya menjadi sarana pencapaian tujuan dan misi otentiknya.

Kebebasan memilih merupakan kebebasan terpenting yang menentukan konsekuensi-konsekuensi pilihan dalam hidupnya  (QS 10:99).  Dan Islam memaknai kebebasan juga sebagai larangan manusia untuk menindas dirinya sendiri atau orang lain serta meletakkan kemanusiaan dalam perspektif keadilan.

Oleh sebab manusia diciptakan oleh Allah Swt dalam keadaan adil, seimbang (QS 82:6-8), dan merdeka, maka di dalam dirinya melekat nilai tanggungjawab yang memastikannya sebagai makhluk yang berpotensi untuk menjadi reperenstatif bagi makhluk Allah lainnya dan bertanggungjawab membentuk tata kehidupan yang adil, seimbang dan fithri atas dasar konsep tauhid

Dengan tegaknya keadilan maka secara individual manusia dapat menjaga dan mengembangkan nilai-nilai tersebut sesuai dengan kehendak Ilahi dan menghindari segala bentuk aktivitas yang merusak diri sendiri dan menjerumuskannya ke dalam kehancuran (QS 2:195) atau yang berdampak negatif terhadap orang lain, serta mampu memproduk amal-amal yang kebaikan-kebaikannya dapat dirasakan oleh semua orang.

Setiap individu dituntut untuk menunjukkan sikap adil terhadap diri sendiri dan membebaskan dirinya dari berbagai dorongan dan godaan yang menyebabkannya tak mampu berbuat adil terhadap diri sendiri dengan cara mengangkat hasrat-hasrat duniawinya menjadi tuhan, hidup  materialistik-hedonistik  (QS 25:42-44) atau sebaliknya menempuh jalan pertapaan (monastik) yang melepaskan keduniawian dengan cara menyiksa diri sendiri (QS 28:77)

Hukuman yang keras di akhirat antara lain dikenakan kepada orang-orang yang “menindas diri mereka sendiri” atau orang “yang membiarkan hak-hak asasinya ditindas oleh orang lain dan lingkungannya” padahal mereka sanggup untuk mempertahankan dan memperjuangkannya (QS 4:97)

Agar seseorang dapat membebaskan dirinya dari ketertindasan diri sendiri dan hak-hak asasinya tidak ditindas orang lain dan lingkungannya serta kehormatan dirinya tidak dilecehkan orang lain diperlukan penguatan moralitas.

Jalan menuju kebebasan hakiki dan meraih kebahagiaan dunia akhirat itu hanya satu, yaitu menjadi hamba-Nya yang sejati dengan menempuh jalan Islam, jalan keadilan, jalan istiqamah yang harus ditapaki secara konsisten

Untuk menegakkan keadilan individu secara merata, diperlukan pribadi-pribadi pejuang keadilan yang kualitas keadilannya ditopang oleh ilmu, amal, dan kesabaran sehingga pada tingkat mengenyampingkan kepentingan pribadi melalui pelibatan diri dalam setiap aktivitas menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran

Maka pembangunan karakter setiap individu dan pribadi melalui pendidikan integratif “dari buaian sampai liang lahad” (mada al-hayat) harus menjadi perhatian setiap bangsa atau umat agar setiap individu dapat bersama-sama terlibat dalam membebaskan dirinya dari ketertindasan.

artikel bersumber dari  http://patriapurwakarta.com/jalan-menuju-kebebasan-hakiki/

Komentar

Postingan populer dari blog ini