Langsung ke konten utama

Menghidupkan umat dengan mengingat kematian


Hampir mendekati pemahaman ini apa yang terjadi di masa pemerintahan khalifah terpimpin yang kelima, hingga mendekati kesempurnaan, seandainya tiada racun yang merengutnya.

Sesungguhnya 'Umar Ibnu 'Abdul 'Aziz Radhiyallahu 'anhu telah melanjutkan cara ini dan menggugah hati generasinya dengan rasa takut melalui dzikrul-maut. (mengingat kematian), sehingga hati mereka bersih dari noktah-noktah yang menutupinya. Kemudian beralih dengan cara lain yaitu menggerakkan kerinduan mereka untuk mati syahid.

Betapa banyak peran yang dilakukan oleh 'Umar dalam mengikuti cara yang telah dilakukan oleh Abu Darda' di atas tangga masjid Damaskus, untuk memperbaharui pelajaran lama dengan menegaskannya kepada mereka,"Sesungguhnya keamanan di hari esok hanya bagi orang yang berhati-hati kepada Allah dan takut kepada-Nya, dan dia menjual yang sedikit dengan yang banyak dan yang habis dengan yang kekal."

Setelah mereka merasa yakin dengan kebenaran transaksinya, lalu ia mulai mengajak mereka untuk melihat apa yang tidak dilihat oleh mata orang-orang yang lalai, yaitu melihat hari-hari dan kenyataan yang mereka alami dengan pandangan penuh renungan. Lalu ia berkata,"Tidakkah kalian lihat harta benda yang telah diraih oleh orang-orang yang binasa.

Harta benda itu akan dikuasai oleh orang-orang yang masih hidup sesudah kalian. Dan denikianlah seterusnya sampai kalian dikembalikan kepada sebaik-baik yang mewarisi (Allah Subhanahu wa Ta'ala)."

Tidakkah kalian lihat, bahwa setiap hari dan setiap malam kalian mengantarkan orang yang pulang ke hadirat Allah, karena telah mati dan habis ajalnya, dan amalnya telah ditutup. Kemudian kamu letakkan dia di dalam liang lahat dan kamu biarkan dia tanpa bantal dan alas.

Dia meninggalkan semua harta miliknya dan berpisah dengan orang-orang yang dikasihinya untuk menghadapi hisab sedang dia tidak memerlukan apa-apa yang telah ditinggalkannya, tetapi sangat memerlukan apa yang telah ia amalkan sebelumnya."

Adakalanya 'Umar mempersilahkan seseorang di antara murid-muridnya duduk di hadapannya lalu mengajarkannya sebagaimana pelajaran yang pernah ia berikan lepada 'Anbasah,"Hai 'Anbasah perbanyaklah mengingat kematian karena sesungguhnya tidak sekali-kali engkau berada dalam kesempitan dari urusanmu dan penghidupanmu susah lalu engkau mengingat kematian, melainkan segala sesuatunya akan menjadi luas bagimu. Dan tidak sekali-kali engkau berada di dalam kesenangan dari urusanmu dan hidup dengan makmur, lalu engkau mengingat kematian, melainkan akan menjadi sempitlah segala sesuatunya bagimu." (Az-Zuhud, Imam Ahmad halaman 295).

Setelah mendidik orang terdekatnya hingga mereka terbebas dan selamat dari ilusi angan-angannya. 'Umar lalu ke kota besar di kawasan pemerintahannya untuk menyebarkan "madzhab"nya. Yaitu dengan cara mengundang para pemukanya, lalu mereka datang menghadap kepadanya, dan dia pun mulai menjelaskan mereka  rahasia kubur, yang bukan menjadi rahasia lagi bagi orang-orang berakal.

Salah seorang tabi'in bernama Muhammad ibnu Ka'b al-Qurazhi rahimahullah mengatakan,"Setelah diangkat menjadi Khalifah 'Umar Ibnu 'Abdul 'Aziz mengirimkan utusannya kepadaku, saat itu aku berada di Madinah, untuk mengundangku. Maka aku pun datang kepadanya. Ketika masuk menemuinya, aku menatapnya dengan pandangan yang tidak berkedip karena keheranann hingga ia bertanya,'Hai Ibnu Ka'b, sesungguhnya sejak tadi engkau menatapku dengan pandangan yang tidak pernah aku lihat engkau menatapku seperti itu."
Aku menjawab,"Aku merasa heran."
'Umar bertanya,"Apakah yang mengherankanmu dari keadaanku?"
Aku menjawab,"Wahai Amirul Mukminin, aku merasa heran dengan perubahan keadaan dirimu. Engkau kelihatan kurus. Dan rambutmu mulai rontok."
'Umar berkata,"Bagaimanakah sekiranya, engkau melihatku sesudah tiga keadaan berikut, yaitu bila aku telah diletakkan di dalam liang lahatku, mataku telah keluar dari kelopaknya ke pipiku, dan dari hidungku keluar nanah dan ulat?" (Al-Aghani, VI/570).

Maka tersebarlah berita peristiwa ini ke berbagai kawasan. Ketika ia mengundang ulama-ulama Kufah yang terkemuka, mereka segera menghadap kepadanya dan membawa penyair mereka, A'sya Hamdan, ikut bersama mereka. Penyair mereka menyatakan kepada 'Umar akan kepatuhan mereka kepadanya, dan menyatakan kebebasan mereka dari angan-angan yang diburu oleh 'Umar untuk dihabisi. Sesungguhnya mereka telah mengetahui kesungguhan 'Umar dalam mengusir angan-angan itu di negeri Islam.

Al--A'sya mengucapkan bait-bait berikut di hadapam 'Umar:
"Ketika seseorang sedang hidup enak dan senang di kalangan keluarganya, merasa kagum dengan kehidupannya yang penuh dengan keindahan,

Dalam keadaaan terperdaya. Tiba-tiba saat itu juga ia tertimpa sakit, dan tidak lama kemudian ia mati bagaikan orang yang tersambar petir.

Kemudian jadilah ia setelah berlalu tiga hari jasad yang ditutup dalam keadaan tidak bernyawa dan tiada tanda-tanda kehidupan.

Ia ditangisi, dan mereka memasukkannya ke dalam kegelapan (liang kubur) yang kedua sisinya ditutup dengan papan dan tanah.

Dia tidak membawa bekal dari apa yang telah dikumpulkannya selain dari kapur barus dan kain kafan yang menutupinya.

Juga selain bau harum kayu cendana yang ditaburkan kepadanya, alangkah sedikitnya hal itu sebagai bekal untuk orang yang bepergian." (Az-Zuhd, Ibnu Mubarak, 84/554)

Maka 'Umar pun mengeluarkan air mata yang deras disertai suara isakan tangisannya, sehingga gemanya berkumandang menembus ke masa depan bertahun-tahun secara silih berganti menuntun para murabbi dan pendidik kaum muslimin.

(Kitab Ar-Raqaaiq, ustadz Muhammad Ahmad ar-Rasyid)

Komentar

Postingan populer dari blog ini