Langsung ke konten utama

Bagian Rezeki kita




“ Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan rezekinya itu tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki agar mereka sama (merasakan) rezeki tersebut. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (QS An Nahl [16] :71)

Kita meyakini bahwa ada qodo dan qodar yang sudah ditulis sebelum kita lahir, dan tidak bisa diubah-ubah. Yaitu kapan kita lahir, kapan kita mati, dan kemudian tentang umur, tentang rejeki, tentang jodoh, terus tentang hidupnya bahagia atau menderita.  Masalah jadwal lahir, kita tidak ada yang iri, kapan dan di mana lahir, bukan masalah bagi kita.  Begitu pula dengan jadwal mati kita, tidak ada yang meributkan. Tentang jodoh juga begitu; kenapa istri kamu begitu, istri saya tidak? Itu semua bagian yang tertulis. Tapi giliran rezeki selalu berbeda tanggapan. Allah swt mengatakan  bahwa sistem pandangan ekonomi kita waqadfadhalallahu badukum libadin, Allah memberikan kelebihan pada yang satu dan tidak diberikan pada yang lain dan juga Dia (Allah) memberikan rezeki kepada yang dikehendaki dan dia menahan kepada siapa yang dia kehendaki .

Para ulama mengartikan dari berbagai sisi, termasuk masalah ekonomi, intelektual, kemudian memahami kemampuan. Jadi di sini tidak ada yang salah dengan masalah administrasi; rezeki yang seharusnya diberikan kepada seseorang  tidak akan salah diberikan kepada orang  lainnya. Hal-hal seprti ini seharusnya kita jadikan sebagai  taawun kepada yang lain.

Sekarang ada beberapa saudara kita, mengatakan keragaman itu menghambat kita beramal jamai dan dianggap ukhuwah tidak ada.   padahal, justru keragaman itulah sebagai perekat kita dalam amal jamai. Coba bayangkan kalau semuanya ustadz, semua jadi penceramah dan  hafal quran, itu sesuatu sangat tidak mungkin rasanya.  

Pernahkah kita merenung, mengapa ada segolongan orang yang mempunyai kelebihan rezeki yang sangat besar dibanding yang lain. Sementara yang lain walaupun sudah membanting tulang, istilahnya kepala di bawah, kaki di atas, tetapi hidupnya tetap pas-pasan. Ini adalah sunnatullah; Allah melebihkan sebagian manusia dari sebagian yang lain. Misalnya dalam hal fisik, ilmu dan juga rezeki.

Mari kita sejenak kita renungi ayat ini. “Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al -An’am [6]: 165). Sederhananya, sesungguhnya kelebihan dalam urusan ilmu, harta maupun kekuasaan itu adalah merupakan ujian apakah seseorang itu akan tetap beriman dan bersyukur dengan kelebihan tersebut. Karena apabila tidak, maka siksa Allah itu demikian cepat (segera).

Ketidaksamaan rezeki antar sesama kita akan mempengaruhi kesempatannya dalam melakukan aktivitas ekonomi dalam kehidupannya. Peran serta kita pun menjadi berbeda satu sama lain.

Kita tentu paham, bahwa Islam mengakui adanya hak milik perseorangan dan sepanjang hal itu membawa manfaat bagi orang lain. Dalam islam, penumpukan kekayaan atau pun kekuasaan yang berlebihan harus dihindarkan dan hal itu dilakukan dengan mendistribusikan aliran kekayaan tersebut kepada anggota masyarakat atau saudara-saudara kita yang belum beruntung.

Rasulullah saw bersabda, Rezeki itu sudah ditentukan, tiada tambahan kepada orang yang bertakwa dan tiada pula kekurangan bagi orang yang zalim.” Mungkin dari sini kita bisa melihat, bahwa jangankan untuk kita, saudara kita  yang notabene insyaAllah mematuhi Allah, bahkan untuk orang kafir pun Allah telah menentukan dengan jelas batas rezekinya. Dan satu yang patut kita ingat, karena tarbiyah ini, kelebihan rezeki seorang al akh hampir tidak pernah ia makan sendirian. Ada porsi untuk saudara kita  yang lain.







Komentar

Postingan populer dari blog ini